MEDAN - Untuk menghindari jeratan hukum, pengacara gadungan BS diduga nekat menggunakan trik atau akal-akalan dengan cara menggiring opini yang menyesatkan. Pasalnya saat ini beberapa simpatisannya berupaya menggiring permasalahan ini ke konflik SARA.
Hal ini disampaikan oleh praktisi hukum, Wandes Suhendra, SH. Ia menghimbau kepada masyarakat agar jangan terprovokasi, tetap kondusif, dikarenakan tidak ada unsur SARA dalam kasus penipuan dan penggelapan ini.
"Kalo perihal SARA tersebut, kami bilang itu penggiringan opini untuk menghindari jeratan hukum yang mereka lakukan. Bahkan saat ini kami lihat daripada saudara BS membawa dan menggiring kepada orang atau advokat untuk melindungi dia," ujarnya.
Wandes menambahkan akibat pengacara gadungan, secara pribadi ia merasa dirugikan terlebih lagi nama baik advokat tercemarkan.
"Pastinya sangat-sangat merugikan kita ya bang, apalagi kita sebagai pengacara yang menjunjung tinggi kebenaran, dampak dari situasi seperti ini malah makin merusak dari nama citra advokat itu sendiri. Jadi kami harap, dari upaya kami ini dapat mengembalikan lagi nama baik advokat," harapnya.
"Kita menghimbau kepada masyarakat agar lebih berhati-hati jika hendak menggunakan pengacara. Cari tahulah kredibilitas dari Advokat yang saudara datangi, lihat jejak karirnya da pastikan kantornya legal," himbau Wandes mengakhiri.
Diberitakan sebelumnya, kembali, korban Pengacara Gadungan 'BS', Perbanu Rajesry (47) didampingi Forum Silahturahmi Lintas Advokat (FORSILA) mendatangi SPKT Poldasu. Kedatangannya adalah melaporkan BS yang telah melakukan penipuan, mengaku sebagai Advokat dapat menyelesaikan perkara dengan meminta sejumlah uang jasa. Akibatnya, korban mengalami kerugian hingga Rp 30 Juta, Rabu (3/3/2021).
Menurut informasi, aksi penipuan ini bermula dari postingan BS di Facebook. Korban yang percaya dengan status terlapor sebagai Pengacara langsung menghubungi terlapor melalui masenger. Akhirnya keduanya bertemu di sebuah cafe di Jalan Waringin Medan. Sesampainya dilokasi, terlapor mengaku dapat menyelesaikan perkara korban dan diminta memberikan uang jasa hingga Rp30 Juta dalam 4 kali pertemuan. Namun, setelah uang diberikan, terlapor (BS) memblokir nomor telepon korban. Penasaran, korban pun mencari tahu keberadaan terlapor ke Kantor PERADI Medan. Mengejutkannya, terlapor ternyata tidak terdaftar di Kantor PERADI manapun. (Rom)