MEDAN, POC - Pemerintah Kota Medan hingga saat ini belum mampu mengatasi permasalahan sampah. Bahkan pengelolaan sampah yang dulunya ditangani oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) dialihkan ke kecamatan, ternyata belum menjadikan kota metropolitan ini berseri. Dan kini, pengelolaannya dikembalikan lagi ke DKP.
Namun Komisi A DPRD Medan menilai peralihan itu masih sebatas wacana. "Sepanjang itu belum ada hitam putihnya, dan kita belum menerima surat edarannya, berarti peralihannya masih sebatas wacana,"kata Sekretaris Komisi A, Muhammad Nasir pada media ini, Senin (10/12/2018).
Dia menyebutkan pihaknya sudah mengevaluasi dan menerima masukan dari camat-camat, sehingga diketahui permasalahan disebabkan minimnya transportasi angkutan dan sumber daya manusia (sdm).
"Hasil evaluasi kami, kecamatan bukan tidak serius menangani sampah tapi terkendala infrastruktur dan sdm. Infrastruktur itu ya seperti transportasi atau moda angkutan,"jelas politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.
Disoal peralihan DKP ke kecamatan cenderung masih 'setengah hati', lantaran kurangnya transportasi dan sdm. Nasir membantah. Dia menyebutkan, peralihan pengolaan sampah dari DKP ke kecamatan sudah 100 persen. "Peralihannya sudah 100 persen, tapi setelah kita evaluasi masih ada yang kurang. Kita berharap, kedepannya Pemko Medan lebih banyak menerima dari sektor retribusi sampah, agar penanganannya lebih baik seperti Kota Bandung dan Surabaya,"harap legislator asal Medan Utara ini seraya menyebutkan pihaknya sudah memanggil 11 camat untuk evaluasi penanganan sampah.
Sementara permasalahan moda angkutan ini diakui beberapa camat. Hal itu yang jadi penyebab sampah tak terangkut.
Seperti diungkapkan Camat Medan Belawan, Ahmad SP. Dia mengaku kurang armada lantaran transportasi yang diberikan DKP sudah rusak. "Kami kurang transportasi, ada satu kontainer dan satu konvektor, sedangkan becak cuma 6 unit. Sdm nya hanya 52 orang, termasuk supir,"kata Ahmad yang akrab disapa Ucok ini.
Meski kurang transportasi, namun pihaknya mampu mencapai target Rp 22 juta setahun sesuai yang ditetapkan oleh DKP. "Selayaknya ada 1 armada dan 5 becak di setiap kelurahan, dengan begitu semua sampah bisa diangkut,"kata Ahmad menambahkan, retribusi yang dikutip dari masyarakat berkisar Rp 7 ribu sebulan.
Senada juga diutarakan Camat Medan Labuhan Arrahman Pane. Bahkan pihaknya mengadakan sendiri satu unit kontainer untuk pengangkutan sampah. "Di Labuhan ada 5 Tempat Pembuangan Sementara (TPS) , makanya kami ambil kontainer biar semua sampah terangkut. Kami juga butuh becak, karena di Kelurahan Nelayan dan Sungai Mati tak bisa masuk truk. Makanya butuh becak,"ujar Arrahman.
Berbeda dengan Medan Labuhan yang memiliki 5 TPS, Kecamatan Medan Deli malah tak ada sama sekali. Namun kecamatan ini memiliki 16 becak dan 2 unit mobil patroli untuk mengangkut sampah. "Kami juga mendapat bantuan konvektor, mobilnya berbagi dengan Kecamatan Belawan,"kata Camat Medan Deli, Ferry Suheri.
Ferry mengatakan, dulunya berbagi TPS dengan Kecamatan Medan Barat. Namun belakangan tidak diperbolehkan. "Jadi kami alihkan pembuangan sementara ke Jalan Kayu Putih. Kami sudah berkordinasi dengan DKP agar ada pengadaan TPS. Rencananya akan dibangun TPS di Kelurahan Mabar, masyarakat sekitar sudah setuju dan membuat surat tidak keberatan, tapi sampai sekarang lahan itu belum dibayar pemko,"bilang Ferry seraya menyebutkan, selain butuh becak, pihaknya juga butuh penambahan Petugas Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (P3SU) untuk mengatasi normalisasi drainase.
Sedangkan Camat Medan Marelan H T Yudi Chairuniza mengaku, meski Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Terjun berada di wilayahnya, namun sampah milik masyarakat belum sepenuhnya optimal diangkut. Pihaknya kekurangan sdm dan moda angkutan.
Namun Komisi A DPRD Medan menilai peralihan itu masih sebatas wacana. "Sepanjang itu belum ada hitam putihnya, dan kita belum menerima surat edarannya, berarti peralihannya masih sebatas wacana,"kata Sekretaris Komisi A, Muhammad Nasir pada media ini, Senin (10/12/2018).
Dia menyebutkan pihaknya sudah mengevaluasi dan menerima masukan dari camat-camat, sehingga diketahui permasalahan disebabkan minimnya transportasi angkutan dan sumber daya manusia (sdm).
"Hasil evaluasi kami, kecamatan bukan tidak serius menangani sampah tapi terkendala infrastruktur dan sdm. Infrastruktur itu ya seperti transportasi atau moda angkutan,"jelas politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.
Disoal peralihan DKP ke kecamatan cenderung masih 'setengah hati', lantaran kurangnya transportasi dan sdm. Nasir membantah. Dia menyebutkan, peralihan pengolaan sampah dari DKP ke kecamatan sudah 100 persen. "Peralihannya sudah 100 persen, tapi setelah kita evaluasi masih ada yang kurang. Kita berharap, kedepannya Pemko Medan lebih banyak menerima dari sektor retribusi sampah, agar penanganannya lebih baik seperti Kota Bandung dan Surabaya,"harap legislator asal Medan Utara ini seraya menyebutkan pihaknya sudah memanggil 11 camat untuk evaluasi penanganan sampah.
Sementara permasalahan moda angkutan ini diakui beberapa camat. Hal itu yang jadi penyebab sampah tak terangkut.
Seperti diungkapkan Camat Medan Belawan, Ahmad SP. Dia mengaku kurang armada lantaran transportasi yang diberikan DKP sudah rusak. "Kami kurang transportasi, ada satu kontainer dan satu konvektor, sedangkan becak cuma 6 unit. Sdm nya hanya 52 orang, termasuk supir,"kata Ahmad yang akrab disapa Ucok ini.
Meski kurang transportasi, namun pihaknya mampu mencapai target Rp 22 juta setahun sesuai yang ditetapkan oleh DKP. "Selayaknya ada 1 armada dan 5 becak di setiap kelurahan, dengan begitu semua sampah bisa diangkut,"kata Ahmad menambahkan, retribusi yang dikutip dari masyarakat berkisar Rp 7 ribu sebulan.
Senada juga diutarakan Camat Medan Labuhan Arrahman Pane. Bahkan pihaknya mengadakan sendiri satu unit kontainer untuk pengangkutan sampah. "Di Labuhan ada 5 Tempat Pembuangan Sementara (TPS) , makanya kami ambil kontainer biar semua sampah terangkut. Kami juga butuh becak, karena di Kelurahan Nelayan dan Sungai Mati tak bisa masuk truk. Makanya butuh becak,"ujar Arrahman.
Berbeda dengan Medan Labuhan yang memiliki 5 TPS, Kecamatan Medan Deli malah tak ada sama sekali. Namun kecamatan ini memiliki 16 becak dan 2 unit mobil patroli untuk mengangkut sampah. "Kami juga mendapat bantuan konvektor, mobilnya berbagi dengan Kecamatan Belawan,"kata Camat Medan Deli, Ferry Suheri.
Ferry mengatakan, dulunya berbagi TPS dengan Kecamatan Medan Barat. Namun belakangan tidak diperbolehkan. "Jadi kami alihkan pembuangan sementara ke Jalan Kayu Putih. Kami sudah berkordinasi dengan DKP agar ada pengadaan TPS. Rencananya akan dibangun TPS di Kelurahan Mabar, masyarakat sekitar sudah setuju dan membuat surat tidak keberatan, tapi sampai sekarang lahan itu belum dibayar pemko,"bilang Ferry seraya menyebutkan, selain butuh becak, pihaknya juga butuh penambahan Petugas Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (P3SU) untuk mengatasi normalisasi drainase.
Sedangkan Camat Medan Marelan H T Yudi Chairuniza mengaku, meski Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Terjun berada di wilayahnya, namun sampah milik masyarakat belum sepenuhnya optimal diangkut. Pihaknya kekurangan sdm dan moda angkutan.
"Kami kurang transportasi dan petugas, makanya sampah tak terangkut setiap hari,"ujarnya.
Namun menyoal adanya wacana pengelolaan sampah kembali ditangani oleh DKP, Yudi mengaku tak keberatan. "Silahkan saja jika itu kebijakannya. Kita hanya menjalankan tugas,"ujarnya.
Sebelumnya diberitakan, beberapa hari lalu, Kadis Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Medan M Husni memaparkan target kerja 2019. Salah satunya, pengelolaan sampah tak lagi ditangani oleh kecamatan, melainkan kembali dikelola DKP. Penyebabnya, kecamatan tak mampu mengatasi masalah sampah akibat kurangnya moda angkutan. (maria)
Namun menyoal adanya wacana pengelolaan sampah kembali ditangani oleh DKP, Yudi mengaku tak keberatan. "Silahkan saja jika itu kebijakannya. Kita hanya menjalankan tugas,"ujarnya.
Sebelumnya diberitakan, beberapa hari lalu, Kadis Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Medan M Husni memaparkan target kerja 2019. Salah satunya, pengelolaan sampah tak lagi ditangani oleh kecamatan, melainkan kembali dikelola DKP. Penyebabnya, kecamatan tak mampu mengatasi masalah sampah akibat kurangnya moda angkutan. (maria)